Pelajaran dari Pacar Pertama (Bagian 2)
Ada
pepatah yang mengatakan ‘Orang Bijak Bayar Pajak’. Iya, emang gak nyambung sama
cerita gue. Tapi menurut yang gue tau, kalo kita mau serius sama orang yang
kita sayang, kita harus kenal juga sama orang tuanya. Dalam artian lain, kita
harus nekat ke rumah pasangan kita dan secara tidak langsung, kita meminta
restu dari orang tuanya. Syukur-syukur kita dapet uang jajan tambahan juga dari
orang tua pasangan kita itu.
Paham seperti itulah yang ingin gue
wujudkan di kehidupan nyata. Gue harus ke rumah Fira dan berkenalan dengan
orang tuanya. Begitu juga sebaliknya. Fira harus ke kandang gue dan berkenalan
dengan induk gue.
Singkat cerita, nyokap gue
tergila-gila sama Fira. Nyokap gue memberikan segala jenis restu kepada
hubungan gue dengan Fira.
“Dek, Fira cantikkk bangettt itu.
Mami suka. Orangnya santun, terus enak diajak ngobrol. Pokoknya Mami suka kali
lah sama dia.” Nyokap gue ngomong dengan logat Medan aksen Jawa.
“Kamu nanti nikahnya sama dia aja
ya. Kalo sama yang lain, Mami gak ngasih ijin.”
“Mi, aku kan masih kelas 2 SMP.
Lagian aku juga baru beberapa bulan sama Fira.” Jawab gue rada takut-takut.
“Pokoknya kamu harus sama Fira! Kalo
sama yang lain, Mami gak ngasih ijin!!” tutup nyokap gue sembari pergi ke
dapur.
Karena takut berubah menjadi batu,
gue hanya bisa mengangguk-anggukkan kepala saja. Gue kepikiran satu hal: nikah.
Gila. Gue belom siap nikah. Apakah pacaran harus seserius itu ? Dasar gue
berpacaran hanya didasarkan rasa suka sama suka. Bukan karena gue mau nikah.
Tapi memangnya kita harus menikah dengan pacar kita ya ? Lalu bagaimana dengan
orang yang gak punya pacar ? Apakah dia gak akan pernah merasakan yang namanya
pernikahan ? Lalu, duluan mana, ayam atau telur ?
***
Suatu
hari, gue telat masuk sekolah. Tapi dengan bodohnya, gue gak sadar kalo gue
lagi telat. Gue melihat beberapa teman gue sedang berbaris di lapangan upacara
sambil dimarahi para guru killer. Di
situ gue melihat sosok Fanny, teman sebangku Fira. Gue cuek aja jalan santai di
lobi sekolah. Untungnya, gak ada satu pun guru yang melihat ke arah gue.
Sesampainya di kelas, gue menemukan
bangku yang biasanya gue duduki sedang ditempati orang lain. Gue melihat ke
bangku kosong terdekat. Fira duduk sendiri.
“Hei kamu! Cepat duduk di situ!” Hardik
Pak Meang, guru matematika yang tanpa gue sadari sudah lama memerhatikan gue
dari meja gurunya.
“Tapi tempat duduk saya di situ
pak.” Jawab gue seraya menunjuk ke tempat gue biasa duduk yang kini sedang
ditempati orang lain.
“Sudah, cepat duduk di tempat yang
ada saja. Pelajaran kita jadi tertunda karena kau ini. Hei kau Mulyono! Jangan
senyam senyum saja kau. Mending manis.” Sementara Pak Meang sedang
ngomel-ngomel, temen gue bernama Mulyono sempet-sempetnya ngetawain gue yang
ketakutan campur kebingungan. Gue sendiri langsung berjalan dengan pelan menuju
bangku sebelah Fira yang kosong.
Gue mencoba senyum ke Fira tapi ditanggapi
dengan dingin. Gue melihat Fira sedang serius mengerjakan soal yang diberikan
Pak Meang. Fira memang anak yang pintar. Tapi meskipun Fira pintar, Fira sering
malas ngerjain PR. Tapi meskipun Fira sering malas ngerjain PR, Fira adalah anak
yang pintar.
Duduk
sebangku dengan Fira membuat gue lebih mengerti sifat Fira. Ternyata Fira ramah
pada setiap orang. Ternyata Fira baik pada setiap orang. Dan ternyata, Fira
mesra pada setiap orang. Termasuk pada cowo-cowo haus belaian di kelas gue.
Seakan gak peduli dengan gue yang sedang duduk di sebelahnya, Fira asyik aja
ngobrol sama Satrio dan Septian yang duduk di serong belakangnya. Keberadaan
gue gak dianggap. Seperti tulisan Sedot WC
di pinggir jalan.
Ada,
tapi gak dihiraukan.
Gue
cemburu. Cemburu ? atau dalam bahasa lainnya: iri. Gue cemburu lihat Fira
ngobrol sama cowo lain. Gue iri lihat Fira ngobrol sama cowo lain. Gue cemburu
lihat Fira akrab sama cowo lain. Gue iri lihat Fira akrab sama cowo lain. Gue
cemburu gak bisa jadi cowo lain itu. Gue iri gak bisa jadi cowo lain itu.
Cemburu.
Menurut orang tua zaman dulu, cemburu artinya kita cinta sama pasangan kita.
Semakin sering kita cemburu, semakin cinta kita sama pasangan kita. Tetapi
setelah gue baca buku Lupus, gue tau
definisi lain dari cemburu. Yaitu: tidak percaya. Bahkan sempat gue tulis ulang
dengan beberapa perubahan di http://curhatcurahanhajat.blogspot.co.id/2011/11/cemburu-sih-boleh-aja.html.
Inget deh satu pesen dari penyanyi
yang namanya Sting, "if you love somebody, set them free...." 'kalo
kamu cinta seseorang, beri dia kebebasan....'.
Waktu itu gue gak punya pemikiran seperti itu. Otak gue kecil. Ketutupan sama
jidat gue yang lebar.
Sifat
cemburuan gue ini yang bikin kita sering merasa gak cocok. Emang sih, terkadang
masalah sepele bisa membuat hubungan harmonis jadi gak manis lagi. Seperti yang
dialami gue dan Fira ini. Kita jadi renggang. Tika, teman terdekat dan
sekaligus saudara sepupu Fira, sering ngomelin gue karena sifat gue yang
posesif (menyebalkan) itu.
“Lo
goblok banget sih Yam! Fira sama Satrio kan cuman temenan. Masa gitu aja lo
cemburu. Lonya aja kali yang kurang inisiatif ngajak Fira ngobrol.” Tika
marah-marah.
Gue
cuman bisa iya-iya saja saat Tika sibuk menasehati gue. Sampai akhirnya Tika
capek sendiri menasehati gue yang keras kepala (goblok) ini. Naik ke kelas 9,
gue dan Fira resmi putus. Gak jelas apa penyebabnya, yang jelas, kita sudah gak
bisa bersama-sama lagi. Kita masing-masing telah menjadi orang asing.
***
Sepeninggalnya
Fira dari hati, gue melalui menjalani hari-hari gue selayaknya anak 9 SMP pada
umumnya. Sekolah, les, ekskul, dan ngeband. Gini-gini gue juga pernah jadi anak
band. Posisi gue ganti-ganti. Tergantung siapa yang paling mahal patungan nyewa
studio. Kadang-kadang, kalo gue punya jajan lebih, gue mengajukan diri jadi
vokalis sambil main gitar. Tapi kalo kebetulan gue lagi bokek, gue cuman
kebagian jagain sepatu sama tas anak-anak.
Ngeband
ternyata bisa membuat gue sedikit demi sedikit melupakan Fira. Lagu wajib yang
gue dan teman band gue nyanyiin waktu itu adalah lagu Sorry dari Netral, dan
lagu Musnah dari Andra and the Backbone. Lagu dengan tema patah hati. Lagu dengan
irama suasana hati.
Berharap
bisa melupakan total, yang ada malah gue makin teringat. Kenangan-kenangan
manis berlarian di pikiran gue. Gue labil. Gue mau ngajak Fira balikan. Gue mau
Fira jadi pacar gue lagi. Hidup gue terasa ada yang kurang. Ternyata duit jajan
gue yang kurang. Dollar naik lagi.
Di
suatu Kamis siang, gue bersama temen-temen gue bangsanya si Ojan, Aryo, Diki
sama Badi, sedang berada di teras rumah Fira. Gue yang tergolong makhluk cemen
professional, gak berani buat ke rumah Fira sendirian. Dengan iming-iming kalo
di rumah Fira banyak cemilan, temen-temen gue berhasil gue culik untuk sekedar
nemenin gue. Di saat temen-temen gue lagi pada asyik manjatin pohon mangganya
Fira, gue memulai serangan gue.
“Fir.”
Gue memulai percakapan.
“Kenapa
Ngga ? Slai O’lai nya kurang ?” Fira
malah nawarin gue cemilan Slai O’lai.
“Eng…Enggak.
Ngga udah kenyang. “
“Ohh..”
Fira menjawab singkat seraya ngeliatin temen-temen gue yang lagi pada foto-foto
di atas pohon. Heran. Emang dari kecil belom pernah ngeliat bentuk pohon mangga
kali ya ?
Hening.
Hening….
Gubrak!
Aryo
jatoh dari pohon.
Hening
lagi….
Sekitar
satu jam setengah gue dan Fira berdiam diri, dengan menarik napas sekuat
tenaga, gue akhirnya berani ngomong, “Eng…Fira. Fira mau gak kita kaya dulu
lagi ?”
“Balikan
Ngga maksudnya ?” Fira kebingungan. Tapi tetap cantik.
“Yaa
kira-kira kaya gitu hehehe.”
Sekitar
sepuluh menitan Fira membisu. Fira tampak gelisah. Sepertinya kakinya digigit
semut. Mengingat kalau ternyata Fira termasuk salah satu makhluk manis di
dunia.
“Hmm…
Fira pikir-pikir dulu ya Ngga. Besok di sekolah Fira kasih tau jawabannya.”
“Ohh
okee yaudah.”
Sore
harinya gue pulang tanpa membawa jawaban. Fira masih belum bisa memberikan
jawabannya saat itu juga. Yang gue lakukan setelah sampai rumah hanya cuci
tangan, cuci kaki, sholat dan berdoa. Orang yang sedang digantungi memang hanya
bisa berdoa sambil meratap. Dengan penuh harap, gue berdoa agar mendapat
jawaban yang menyenangkan satu sama lain.
Tanpa
perlu ada yang sakit hati.
***
Jumat
siang seusai shalat Jumat, hujan nampak turun perlahan-lahan. Gerimis. Suasana
sejenak menjadi sangat nyaman. Hal yang paling enak mungkin makan Indomie rebus
pake telor plus saos yang dibanyakin. Tidur siang juga dapat dijadikan opsi
lain jikalau duit tidak mencukupi untuk membeli Indomie. Tetapi yang ingin gue
lakukan adalah bertemu dengan Fira demi mendapatkan jawaban yang sekiranya
dapat melegakan hati.
Di
depan ruang kelas 8-3 lantai 2, gue dan Fira bertemu. Setelah berbasa-basi
barang beberapa menit, Fira langsung mengutarakan inti dari pertemuan kita.
“Ngga,
maaf ya. Kayanya kita lebih enak kaya gini. Jadi temenan.” Fira mengucapkan
kata-kata yang sama sekali gak gue harapkan. “Enggak! Kan lebih enak pacaran…
hahaha pasti Ngga mau ngomong kaya gitu kan ? hahahaha.” Fira melanjutkan
dengan nada bicara seperti gue. Lagi suasana mencekam kaya gini
sempat-sempatnya Fira melawak.
“Yaa
yaudah deh. Mau gimana lagi hehehe” gue berusaha menutupi kesedihan gue dengan
cara yang paling ampuh bagi gue. Yaitu: cengengesan alias cengar cengir.
“Udah
ya Ngga. Fira mau turun dulu. Jangan bete donggg hehehe.” Fira menutup
percakapan kita dan menuju ke arah teman-temannya di tepi lapangan basket. Gue
bengong. Gue bingung harus ngapain. Gue kemudian berniat untuk pergi ke masjid
sekolah gue saja. Gue ingin tidur. Sambil berharap gue terbangun dari mimpi
buruk ini.
Saat
gue berjalan melewati lobi, gue melihat hal yang sangat tidak menyenangkan.
FIRA SEDANG DUDUK BERDUA DENGAN COWOK LAIN. Cowok lain itu adalah Fazron. Cowok
yang memang selama ini sering gue pergoki suka terlibat obrolan mesra dengan
Fira. Fazron juga anak basket. Menurut akal pendek gue, Fira menolak gue demi
berpacaran dengan Fazron. Padahal Fazron gak ada apa-apanya dibanding gue.
Fazron cuman lebih ganteng, lebih keren, lebih sopan, lebih gaul, lebih pinter
dan lebih kaya dari gue. Eh sorry, ternyata gue yang gak ada apa-apanya
dibanding Fazron.
Sesampainya
di masjid, gue cuman bisa meringkuk kegalauan. Gue SMS Fira. Kira-kira bunyinya
seperti ini, “Kalo udah jadian sama Fazron, bilang aja! Gak usah pura-pura.”
Isi SMS gue emang sekilas terlihat kebencong-bencongan. Kemudian hal yang ingin
gue lakukan berikutnya adalah mendengarkan lagu galau yang ada di HP gue. Tapi kenyataannya
lebih sedih lagi. HP gue saat itu belom sanggup buat download lagu. HP gue
paling keren cuman bisa download ringtone monophonic lewat iklan yang ada di
tabloid Pulsa.
Gak
berapa lama, terdengar suara-suara cempreng memanggil gue dari arah pintu masuk
mesjid. Itu Fira dan teman-temannya. Mungkin mereka bermaksud untuk menjelaskan
titik permasalahannya. Gue yang udah terlanjut marah, berusaha gak
memperdulikan mereka. Tapi berhubung ini merupakan mesjid, gue takut mengganggu
orang lain sholat. Gue memutuskan untuk pulang saja ke rumah.
Fira
yang melihat gue sedang bersiap-siap memakai sepatu, bergegas menghampiri gue.
Fira menjelaskan secara singkat kalau dia dan Fazron gak ada hubungan apapun.
Hanya sekedar teman. Gue yang memang ingin pulang, dengan cuek pergi melewati
Fira yang memohon-mohon maaf sama gue.
Gue
berjalan melewati lapangan basket. Sisa hujan tadi siang masih tergenang di
sekitaran lapangan basket. Gue mendengar Fira berlarian mengejar sambil
meneriakan nama gue berharap untuk kembali. Gue yang takut dikira maling karena
sedang dikejar-kejar dan diteriakin, gue pun mempercepat langkah gue. Gue
berjalan semakin cepat melewati taman kecil di samping sekolahan dan menoleh
sebentar ke tanaman-tanaman tersebut. Gue berharap mereka tidak terbakar.
Terbakar
oleh api cemburu gue.
Setelah
sukses naik angkot, gue melihat ke arah belakang, Fira masih tetap mengejar.
Bahkan sempat terjatuh segala karena air bekas hujan yang membuat jalanan
menjadi licin.
Gue
cuek.
Gue
hanya berharap angkot yang membawa tubuh ganteng ini mempercepat jalannya.
Secepat gue ingin melupakan rasa sakit hati ini.
***
Salah
paham. Seringkali dialami seseorang karena gak adanya keinginan untuk memahami.
Seringkali dialami seseorang karena gak adanya keinginan untuk sekedar mendengarkan.
Gue yang lagi-lagi termakan oleh cemburu, gak mau mencoba untuk mendengarkan
apa yang ingin dijelaskan Fira. Gue terlalu cepat mengambil keputusan. Dan
keputusan itu seringkali salah. Harusnya gue berusaha untuk lebih berpikir
jernih.
***
Beberapa
minggu kemudian, gue dan Fira baikan. Gue mencoba mengerti perasaan Fira. Yaitu
perasaan untuk gak bisa bersama gue lagi. Gue berusaha menjadi dewasa. Karena
percuma kalo gue udah disunat tapi gue gak juga jadi orang yang dewasa.
Gue dan Fira menjadi sahabatan lagi.
Gue dan Fira menjadi teman baik lagi. Tapi bukan berarti gue udah gak ngarep
balikan sama Fira lagi. Jauh di dalam lubuk hati gue, gue masih ngareeeppppppp
banget buat balikan sama Fira. Hingga ahkirnya Fira bisa nerima cinta gue lagi.
Gue balikan sama Fira. Gue pacaran lagi sama Fira.
***
Ada
pepatah lagi yang mengatakan “Keledai takkan pernah jatuh dua kali di dalam
lubang yang sama”. Tapi pepatah itu gak berlaku bagi gue. Gue bukan keledai.
Gue ayam. Tapi bukan jagonya ayam. Gue ayam kate. Ayam yang cemen. Baru sekitar
sebulan balikan dengan Fira, gue resmi putus lagi karena perasaan yang gue buat
sendiri. Perasaan cemburu. Gue melihat Fira ngobrol seru dengan seorang sahabat
gue seusai pulang sekolah. Sore harinya gue langsung memutuskan untuk berhenti
menjadi pacar Fira. Di saat itu gue sadar. Mungkin Fira gak sepenuh hati mau
nerima cinta gue lagi. Tapi di saat ini gue sadar. Mungkin gue gak cukup seru
buat jadi pacarnya Fira. Gue cuman makhluk cemen sekolah. Sedangkan Fira adalah
kembang sekolah. Fira bagaikan Paus Blue Whale. Sedangkan gue bagaikan kotoran
plankton.
***
Kegiatan
gue saat malam hari pada waktu itu, seperti kebanyakan anak SMP pada umumnya.
Ngerjain PR sambil request lagu di radio. Pada jaman itu, gak semudah sekarang
yang dengan gampangnya download lagu di internet. Jaman itu, kalo mau dengerin lagu mesti lewat
radio atau tv. Atau buat yang tajir, bisa lewat kaset atau cd musisi
kesayangannya.
Jaman itu juga sedang jaman-jamannya
saling bertukar salam di radio. Atau juga bisa mengirim pesan melalui running
text yang ada di Ctv Banten. Jaman itu,
belom ada yang namanya facebook atau twitter. Jaman itu juga SMS masih mahal.
Masih sekitar 350 perak per SMS. Kalo dipikir-pikir, jaman itu gue tajir juga
ya. Tapi kalo dipikir-pikir lagi, ternyata jaman itu gue anaknya dangdut
banget.
Ngerjain PR sambil dengerin announcer membacakan salam-salam memang
menyenangkan. Gue berasa gak sendirian di kamar. Karena ternyata emang
kebetulan kaka gue ada di kamar gue lagi main komputer. Setelah urusan dengan
komputernya selesai, kaka gue langsung cabut sambil melemparkan sebatang
choki-choki ke atas kasur gue.
Tiba-tiba ada SMS masuk di hape gue.
“Hei Ngga ! Lagi ngapain ? Coba deh
dengerin Ms Tri Fm hehehe.”
Gue lihat nama pengirimnya. Ternyata
dari Fira.
Tanpa sempat membalas SMS tersebut,
gue langsung memindahkan frekuensi radio gue ke 104.2 Ms Tri Fm. Yang gue
dapati cuman Si Announcer Yang Udah
Gue Lupa Namanya (atau gue singkat jadi SAYUGLN) sedang ngoceh-ngoceh
sendirian.
Merasa bingung karena gue yang
disuruh mendengarkan seorang SAYUGLN malem-malem ngoceh sendirian, gue balas
SMS Fira.
“Hei. Ada apa emangnya di Ms Tri ? Kamu
nyanyi ?”
“Enggak kok hehehe udah deh dengerin
aja sampe abis.” Balas Fira.
Setelah beberapa lagu selesai
diputar, SAYUGLN mulai membacakan salam-salam dari pendengar. Buku LKS Fisika
yang sedang gue kerjakan pun terpaksa gue tinggalkan demi fokus mendengarkan
radio (padahal sih emang gue udah nyerah aja ngerjain soal-soalnya).
“Sekarang giliran gue bacain satu
per satu SMS nih yang udah masuk.” SAYUGLN memulai membacakan salam-salam. Atau
dalam bahasa mading (red: majalah dinding)-nya: D-U D-U. Dari-Untuk Dari-Untuk.
“Yang
pertama ada dari Ageng yang katanya mau kirim salam buat Dita. Pesannya, jangan
lupa ya besok kita ke toko buku. Sekalian mau request lagunya Ecoutez yang
judulnya Percayalah. Okee dehh, selanjutnya ada SMS dari Ningsih di Bekasi……”
berhubung gue gak kenal dengan si Ageng dan si Ningsih, gue ngerasa gak ada
yang spesial di segment kirim-kirim salam ini. Sedetik kemudian, SAYUGLN
membacakan sebuah pesan kembali. Dari
Fira.
Sebuah
pesan.
Dari
Fira.
Gue
langsung konsentrasi dengerin radio. Kuping gue tempelkan erat-erat di radio
cempreng gue. Fira mengirimkan sebuah pesan singkat.
Jelas.
Tajam.
Menyakitkan.
Kira-kira
bunyi pesannya seperti ini:
“Malem
Kak! Namaku Fira. Aku mau kirim salam dong buat pacar aku. Namanya Fazron. Kita
baru jadian seminggu loh. Aku sayang kamu Fazron.”
Jleb!
Duar!
Jeger!
Ooeeeee!
Gue
seperti melihat malaikat Izrail lewat di depan gue.
Ditambah
SAYUGLN yang membacakan dengan sangat syahdu. Membuat suasana jadi lebih
romantis untuk Fira. Bukan untuk gue. Gue merasa sangat hina. Gue merasa sangat
gak enak badan. Gue merasa menjadi makhluk paling bodoh sedunia. Nilai fisika
gue dapet 2.
Kemudian
gue bengong. Gue hanya bisa bengong. Hanya karena mengingat kata orang kalo
kebanyakan bengong nanti ayam tetangga mati, gue berhenti bengong. Gue lanjutkan
dengan acara merenung.
Meratapi
nasib.
Dengan
perasaan hati yang sedang bergejolak, gue membalas SMS Fira sekedar mengucapkan
selamat. Gue harus terlihat sudah move on.
Radio
gue matikan.
Gue
ingin menggalau dengan khidmat.
Sepi.
Hening.
Horror.
Gue
malah ketakutan sendiri. Gue ambillah kaset Nidji dari tumpukan koleksi kaset
gue.
Gue
putar berulang-ulang lagu kau dan aku. Semakin sering gue dengar, kenangan
datang seolah-olah berputar kembali dalam ingatan.
Saat
pertama bertemu. Saat pertama kali mengucap nama. Saat pertama saling tatap. Saat
pertama saling bercanda. Saat pertama curi-curi pandang. Saat pertama chatting hingga larut. Saat pertama
menyatakan cinta. Saat pertama pacaran. Saat pertama merasa cemburu. Saat pertama
mengadu ego. Saat pertama tertawa karena cinta. Saat pertama menangis karena
cinta. Saat pertama, untuk mencoba saling melupakan.
Saat
pertama, gue merasa ada orang lain di dunia ini yang sayang sama gue selain
nyokap gue.
Saat
pertama. Memang menyenangkan.
***
Kesimpulan
dari cerita ini adalah gue cemen. Sedangkan Fira bagai salah satu ciptaan
terbaik Tuhan. Dan kita gak mungkin bisa disatukan. Kita gak mungkin cocok.
Sakit hati dapat mengubah diri kita.
Sejak
putus dari Fira, gue mencoba menelaah apa aja yang salah dari gue.
Cemburuan.
Kurang
seru.
Garing.
Maksa.
Dan
masih banyak lagi. Mungkin sisanya dapat disebutkan sendiri menurut Fira.
Kadang
gue suka mikir, seandainya waktu itu gue gak mutusin Fira, apakah hubungan kita
masih berlanjut sampai sekarang ? atau jangan-jangan gue sudah menikah dengan
Fira saat ini ?
Yap.
Gue mikir hal yang gak mungkin terjadi.
Tapi
gue masih muda. Gue musti banyak belajar. Belajar buat gak cemburuan lagi. Belajar
buat lebih menyenangkan bagi orang lain. Belajar buat gak menyakiti perasaan
orang lain. Belajar buat gak egois lagi.
Belajar,
buat menjadi pantas berada di hati seseorang yang dipertemukan Tuhan suatu saat
nanti.
Komentar
Posting Komentar